SERAM! Suara Tangisan Pocong di Kampungku, Cerita Mistis - Saya aslinya datang dari kampung. Yang namanya kampung terkadang nuansa mistisnya memang kental. Tapi bukan lantaran syirik atau apa, kenyataannya, saya sendiri betul-betul alami insiden mengagumkan serta sekaligus juga menyeramkan. Saya ingat persis saat itu tahun 1998, saat SD. Semua berawal dari suara tangisan misterius di kampung pada tengah malam…
Aslinya kampung kecil situasinya damai. Warga-warga disana sholeh serta baik-baik. Saya serta kenal hampir semua masyarakat disana. Maklum sebab masyarakat kampung tidak banyak, jadi sebagian besar sudah pasti sama-sama mengenal.
Dari dahulu sejak kecil, saya telah paling ingat ada satu om yang namanya Pak Misno ini. Orangnya kasar, seringkali mabuk-mabukan, judi serta bermain wanita. Terakhir ia wafat sebab terkena penyakit kelamin, dengar-dengar sich terkena sifilis, tapi entahlah benar atau mungkin tidak.
Yang pasti sebab sarana kesehatan kampung yang serba minim, ia pada akhirnya melalui setiap harinya di gubuk luar kampung, serta beberapa waktu selanjutnya, pada akhirnya wafat. Sejumlah besar masyarakat yang sejauh ini memang tidak mempunyai jalinan yang baik dengannya, tidak pergi melayat. Tidak hanya masih dendam, ada pula yang malas hadir sebab takut ketularan penyakit (walaupun yang berkaitan sudah wafat.)
Singkat ceritanya, jenazah pak Misno dimandikan, dikafankan, lantas disholatkan di mesjid kampung. Kamis siangnya juga disemayamkan dengan cuma didatangi Pak Lurah serta sebagian orang saja (kebetulan Bapak saya turut, jadi dikisahkan). Tidak ada yang aneh dengan acara pemakamannya. Semua berjalan secara cepat, serta sesudahnya semasing juga pulang ke tempat tinggalnya.
Waktu malam harinya, pas malam Jum’at, kampung kami yang umumnya sunyi, diusik dengan suara pekikan masyarakat yang ramai. Sesudah dilacak, nyatanya ada masyarakat yang lihat pocong di dekat rumah pengisolasian Pak Misno. Pocong itu serta terdengar seperti menangis. (Sejak menderita penyakit, Pak Misno tinggal di gubuk kecil di luar kampung, sebab tidak hanya tidak kuat memikul malu, diasingkan masyarakat.)
Semua masyarakat mulai berspekulasi. Jangan-jangan itu Pak Misno yang tuntut balas dendam sebab diasingkan masyarakat? Jangan-jangan jenazah Pak Misno tidak diterima Bumi? Serta berbagai macam pertaruhan yang lain. Tapi Pak Lurah, dengan sigap menentramkan masyarakat. Ia bersama dengan beberapa masyarakat serta ustad kampung pada akhirnya saling ke rumah pengisolasian situ untuk memeriksa. Rombongan itu tidak temukan apa-apa saat sampai disana. Jadi semua kembali pada rumah semasing.
Saya ketahui situasi di kampung jadi tidak tenang. Serta di sekolahpun, kami diminta guru untuk langsung pulang serta jangan main dekat gubuk Pak Misno yang dahulu. Jadi anak SD, tentunya kami taat. Umumnya kami yang main gagahan serta beradu berani, juga merasakan seram. Mana ada yang berani kesana?
Sejak itu, kadang malam-malam khusus tetap terdengar suara tangisan di luar rumah. Saya masih kecil waktu itu. Tidak berani melihat. Bapak hanya memerintah saya tidur saja. Tuturnya itu cuma suara binatang, jadi tak perlu takut. Tapi saya ragu. Suara binatang apa yang seperti tangisan?
Terakhir frekwensi tangisan ini makin seringkali serta benar-benar menggelisahkan masyarakat. Sesudah musyawarah, mereka putuskan untuk lakukan patroli, malam itu juga. Serta beberapa masyarakat menjelaskan, akan coba tangkap hantunya, yaitu hantu pocong yang menangis itu!
Malam harinya situasi cukup tegang. Bapak bersama dengan tetangga lainnya keluar, serta memberi pesan ke Ibu serta saya untuk masih di dalam rumah. Saya serta Ibu bersama di kamar tidur. Jam 9, Ibu telah tertidur. Seputar jam 10 malam, rasa penasaranku ada. Saya ingin sekali lihat bagaimana orang dewasa tangkap pocong menangis peneror masyarakat kampung. Jadi saya nekad keluar lewat jendela kamarku. Lantas mengendap-endap cukup jauh dari rumah.
Telah cukup jauh dari rumah, waktu lihat kiri kanan, nyatanya tidak ada seseorang juga. Ke mana yah mereka? Tidakkah mereka melakukan patroli serta memburu pocong? Saya juga berjalan lebih ke depan lihat ada orang atau mungkin tidak. Makin lama saya makin menjauh dari rumah. Saya fikir, sebab mereka memburu pocong, jadi sebaiknya mereka pergi ke rumah Pak Misno. Jadi saya juga kesana dengan lari. Maklum, rasa-rasanya seram sekali. Mana keadaan jalan kampung yang gelap, serta pencahayaan cuma dari bulan saja. Jadi pinginnya secepatnya sampai saja.
Sesampai dari sana, nafas saya ngos-ngosan sebab lari cukup jauh tiada henti. Eh, belum usai ngatur nafas, saya terkesima. Gubuk sana sepi, gelap tanpa ada sinar lampu serta tanpa ada sebatang hidung manusia disana. Jadi ke mana semua?
Belum usai saya berpikir, tiba2 suara isakan tangis terdengar dari sampingku.
Perlahan saya melihat kepala ke sumber suara itu. Sesosok putih di atas atap yang menatapku dengan mukanya yang menyeramkan penuh darah! Figur itu mendekat kearahku. Kakiku begitu lemas untuk lari. Makin ia mendekat dengan mukanya penuh darah. Saya ingin berteriak, tapi entahlah kenapa pita suara saya kelihatannya tidak dapat dipakai waktu itu. Jantung saya berdegup kencang. Pocong itu makin mendekat, makin dekat serta makin dekat. Suara tangisannya makin keras, makin keras, makin keras.
Saya dapat lihat muka pocong itu. Anehnya meskipun suaranya menangis, saya tidak tangkap ekspresi muka susah. Muka itu… muka itu tidak memperlihatkan raut muka apa saja. Muka berlumuran darah itu. Saya menyaksikannya dengan jelas itu ialah Pak Misno…. Kemudian saya tidak ingat apa-apa .
Sesudah sadar, saya temukan diriku ada di mesjid dikelilingi masyarakat kampung yang kukenal. Bapakku langsung memeluk erat serta bertanya kondisiku. Saat itu cuma merasakan pening saja. Terakhir saya demam tinggi sepanjang satu minggu. Sepanjang mimpipun saya masih lihat muka Pak Misno yang menyeramkan itu. Sebab insiden ini, benar-benar membuat saya traumatis. Untungnya seiring berjalannya waktu diterapi Pak Ustad, serta berjalannya waktu saya makin lebih baik.
Terakhir saya dikisahkan Bapak, jika rombongan masyarakat ke arah makam Pak Misno serta membaca doa disana. untuk supaya Pak Misno tenang di alam sana. Nyatanya figur pocong yang seperti pak Misno ialah figur jin kafir yang sejauh ini ialah perewangan pak Misno. Jin itu sukses diamankan serta digembok dalam tasbih Pak Ustad. Tasbih ini pada akhirnya dibuang ke laut hingga tidak mengganggu kampung ini . Sejak itu situasi kampungku tidak menakutkan, serta tidak ada masalah pocong menangis.
Aslinya kampung kecil situasinya damai. Warga-warga disana sholeh serta baik-baik. Saya serta kenal hampir semua masyarakat disana. Maklum sebab masyarakat kampung tidak banyak, jadi sebagian besar sudah pasti sama-sama mengenal.
Dari dahulu sejak kecil, saya telah paling ingat ada satu om yang namanya Pak Misno ini. Orangnya kasar, seringkali mabuk-mabukan, judi serta bermain wanita. Terakhir ia wafat sebab terkena penyakit kelamin, dengar-dengar sich terkena sifilis, tapi entahlah benar atau mungkin tidak.
Yang pasti sebab sarana kesehatan kampung yang serba minim, ia pada akhirnya melalui setiap harinya di gubuk luar kampung, serta beberapa waktu selanjutnya, pada akhirnya wafat. Sejumlah besar masyarakat yang sejauh ini memang tidak mempunyai jalinan yang baik dengannya, tidak pergi melayat. Tidak hanya masih dendam, ada pula yang malas hadir sebab takut ketularan penyakit (walaupun yang berkaitan sudah wafat.)
Singkat ceritanya, jenazah pak Misno dimandikan, dikafankan, lantas disholatkan di mesjid kampung. Kamis siangnya juga disemayamkan dengan cuma didatangi Pak Lurah serta sebagian orang saja (kebetulan Bapak saya turut, jadi dikisahkan). Tidak ada yang aneh dengan acara pemakamannya. Semua berjalan secara cepat, serta sesudahnya semasing juga pulang ke tempat tinggalnya.
Waktu malam harinya, pas malam Jum’at, kampung kami yang umumnya sunyi, diusik dengan suara pekikan masyarakat yang ramai. Sesudah dilacak, nyatanya ada masyarakat yang lihat pocong di dekat rumah pengisolasian Pak Misno. Pocong itu serta terdengar seperti menangis. (Sejak menderita penyakit, Pak Misno tinggal di gubuk kecil di luar kampung, sebab tidak hanya tidak kuat memikul malu, diasingkan masyarakat.)
Semua masyarakat mulai berspekulasi. Jangan-jangan itu Pak Misno yang tuntut balas dendam sebab diasingkan masyarakat? Jangan-jangan jenazah Pak Misno tidak diterima Bumi? Serta berbagai macam pertaruhan yang lain. Tapi Pak Lurah, dengan sigap menentramkan masyarakat. Ia bersama dengan beberapa masyarakat serta ustad kampung pada akhirnya saling ke rumah pengisolasian situ untuk memeriksa. Rombongan itu tidak temukan apa-apa saat sampai disana. Jadi semua kembali pada rumah semasing.
Saya ketahui situasi di kampung jadi tidak tenang. Serta di sekolahpun, kami diminta guru untuk langsung pulang serta jangan main dekat gubuk Pak Misno yang dahulu. Jadi anak SD, tentunya kami taat. Umumnya kami yang main gagahan serta beradu berani, juga merasakan seram. Mana ada yang berani kesana?
Sejak itu, kadang malam-malam khusus tetap terdengar suara tangisan di luar rumah. Saya masih kecil waktu itu. Tidak berani melihat. Bapak hanya memerintah saya tidur saja. Tuturnya itu cuma suara binatang, jadi tak perlu takut. Tapi saya ragu. Suara binatang apa yang seperti tangisan?
Terakhir frekwensi tangisan ini makin seringkali serta benar-benar menggelisahkan masyarakat. Sesudah musyawarah, mereka putuskan untuk lakukan patroli, malam itu juga. Serta beberapa masyarakat menjelaskan, akan coba tangkap hantunya, yaitu hantu pocong yang menangis itu!
Malam harinya situasi cukup tegang. Bapak bersama dengan tetangga lainnya keluar, serta memberi pesan ke Ibu serta saya untuk masih di dalam rumah. Saya serta Ibu bersama di kamar tidur. Jam 9, Ibu telah tertidur. Seputar jam 10 malam, rasa penasaranku ada. Saya ingin sekali lihat bagaimana orang dewasa tangkap pocong menangis peneror masyarakat kampung. Jadi saya nekad keluar lewat jendela kamarku. Lantas mengendap-endap cukup jauh dari rumah.
Telah cukup jauh dari rumah, waktu lihat kiri kanan, nyatanya tidak ada seseorang juga. Ke mana yah mereka? Tidakkah mereka melakukan patroli serta memburu pocong? Saya juga berjalan lebih ke depan lihat ada orang atau mungkin tidak. Makin lama saya makin menjauh dari rumah. Saya fikir, sebab mereka memburu pocong, jadi sebaiknya mereka pergi ke rumah Pak Misno. Jadi saya juga kesana dengan lari. Maklum, rasa-rasanya seram sekali. Mana keadaan jalan kampung yang gelap, serta pencahayaan cuma dari bulan saja. Jadi pinginnya secepatnya sampai saja.
Sesampai dari sana, nafas saya ngos-ngosan sebab lari cukup jauh tiada henti. Eh, belum usai ngatur nafas, saya terkesima. Gubuk sana sepi, gelap tanpa ada sinar lampu serta tanpa ada sebatang hidung manusia disana. Jadi ke mana semua?
Belum usai saya berpikir, tiba2 suara isakan tangis terdengar dari sampingku.
Perlahan saya melihat kepala ke sumber suara itu. Sesosok putih di atas atap yang menatapku dengan mukanya yang menyeramkan penuh darah! Figur itu mendekat kearahku. Kakiku begitu lemas untuk lari. Makin ia mendekat dengan mukanya penuh darah. Saya ingin berteriak, tapi entahlah kenapa pita suara saya kelihatannya tidak dapat dipakai waktu itu. Jantung saya berdegup kencang. Pocong itu makin mendekat, makin dekat serta makin dekat. Suara tangisannya makin keras, makin keras, makin keras.
Saya dapat lihat muka pocong itu. Anehnya meskipun suaranya menangis, saya tidak tangkap ekspresi muka susah. Muka itu… muka itu tidak memperlihatkan raut muka apa saja. Muka berlumuran darah itu. Saya menyaksikannya dengan jelas itu ialah Pak Misno…. Kemudian saya tidak ingat apa-apa .
Sesudah sadar, saya temukan diriku ada di mesjid dikelilingi masyarakat kampung yang kukenal. Bapakku langsung memeluk erat serta bertanya kondisiku. Saat itu cuma merasakan pening saja. Terakhir saya demam tinggi sepanjang satu minggu. Sepanjang mimpipun saya masih lihat muka Pak Misno yang menyeramkan itu. Sebab insiden ini, benar-benar membuat saya traumatis. Untungnya seiring berjalannya waktu diterapi Pak Ustad, serta berjalannya waktu saya makin lebih baik.
Terakhir saya dikisahkan Bapak, jika rombongan masyarakat ke arah makam Pak Misno serta membaca doa disana. untuk supaya Pak Misno tenang di alam sana. Nyatanya figur pocong yang seperti pak Misno ialah figur jin kafir yang sejauh ini ialah perewangan pak Misno. Jin itu sukses diamankan serta digembok dalam tasbih Pak Ustad. Tasbih ini pada akhirnya dibuang ke laut hingga tidak mengganggu kampung ini . Sejak itu situasi kampungku tidak menakutkan, serta tidak ada masalah pocong menangis.