Menurut narasi, danau ini dibikin oleh bangsawan Mataram Rangga Jagad Syahadana, yang pada akhirnya diketahui jadi Mbah Jalun. Ia adalah buronan belanda yang lari dari Kerajaan Mataran sebab dicari penjajah pada era 1800-an. Sesudah bersembunyi di sejumlah kesultanan Jawa Tengah, pada akhirnya Mbah Jalun tinggal di Kesultanan Banten.
Sebelum ke Sukabumi, menurut legenda, Mbah Jalun memperistri wanita asal Kuningan Jawa Barat. Jalan keberangkatannya sendiri lewat Cianjur. Sebab masih jadi buron Belanda, jalan yang dilaluinya makin banyak buka rimba di pegunungan. Salah satunya jalan yang dibukanya ialah jalan melalui Gunung Gede serta Pangrango.
Perjalanan ini penuh rintangan alam, seperti jalan yang berkelok serta rimba lebat yang ditempati binatang buas. Sesudah lama berjalan dengan istrinya, Mbah Jalun pada akhirnya berhenti di satu lembah yang dialiri sungai yang jernih airnya. Dia juga putuskan tinggal di wilayah itu.
Beberapa waktu selanjutnya, yaitu pada tahun 1814, pasangan itu memiliki seorang putra yang diberinama Rangga Jaka Lulunta. Jadi bentuk sukur atas kelahiran anaknya, dia membuat danau kecil dalam tempo tujuh hari dengan perlengkapan simpel, seperti kulit kerbau jadi alat pengangkut tanah. Usai dibikin, dia memberikan nama danau itu Situ Gunung, berarti danau yang berada di gunung.
Tetapi, Belanda pada akhirnya mencium kehadiran Situ Gunung serta benar-benar kagum waktu lihat keindahan danau bikinan itu, ditambah lagi saat tahu danau itu dibikin oleh seorang buronan. Pada tahun 1840, Mbah Jalun tertangkap serta dijatuhi hukuman gantung. Tetapi, Sebelum penerapan hukuman gantung yang gagasannya diadakan di alun-alun Cisaat, dia sukses melarikan diri. Syahadana sendiri meninggal dunia tahun 1841 di wilayah Bogor. Tetapi, sampai sekarang makamnya masih dirahasiakan oleh keturunannya.