Warga yakini, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan itu jadi penjaga Situs Lawang Sanga. Ia menjelaskan, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan adalah jelmaan salah seorang putra dari Sultan Sepuh I Syamsuddin Martawijaya.
Didapati, anak dari Sultan Syamsudin yang dikutuk jadi buaya putih namanya Elang Angka Wijaya. Ia dikutuk sebab sewaktu di dunia belum pernah taat pada perintah ayahnya.
"Elang Angka Wijaya mempunyai rutinitas jika makan sekalian tiduran tengkurap. Sultan tetap menasihati supaya tidak semacam itu tetapi sering diacuhkan. Sampai pada akhirnya sultan berucap anaknya jika makan tengkurap seperti buaya. Perkataan orang dahulu kan mujarab," tutur ia.
Semenjak menjelma jadi buaya putih, Elang Angka Wijaya hidup di lingkungan salah satunya kolam yang berada di Bangunan Keraton Kasepuhan. Tetapi, mencapai umur dewasa, buaya putih itu geser ke lokasi Sungai Kriyan.
Buaya itu diberitakan seringkali memperlihatkan diri di depan masyarakat seputar. Serta, masyarakat telah memandang biasa pada penampakan diri siluman buaya putih itu.
"Maka di kampung kami ada adat yang tidak dapat kami terlewat," katanya.
Walau demikian, Suwari menjelaskan, mitos buaya putih di Cirebon itu jadi pelajaran penting dalam kehidupan setiap hari. Diantaranya usaha untuk terus jaga kebersihan serta melestarikan sungai.
Sampai sekarang, warga seputar Sungai Kriyan masih memercayai mitos buaya putih itu. Serta, ada adat tertentu waktu warga lihat penampakan buaya putih.
"Tradisinya melempar tumpang ke sungai jika ada warga yang lihat itu selanjutnya sungai dibikin bersih. Pokoknya saling jaga lingkungan," tutur ia.