Mitos 2 Kota ini Bisa Melengserkan Presiden RI, Benarkah?

Mitos sudah menempel lama di bumi Nusantara, diantaranya di Jawa. Mitos didefinisikan jadi narasi prosa rakyat yang bercerita kisah-kisah lama berisi penafsiran mengenai alam semesta serta kehadiran makhluk di dalamnya.
Buat beberapa warga, khususnya beberapa penuturnya, Mitos ini dipandang betul-betul berlangsung. Contohnya mitos keangkeran dua kabupaten, yaitu Kediri serta Bojonegoro di Jawa Timur sebagai pantangan presiden RI untuk didatangi.



Konon, mitos yang bertumbuh ditengah-tengah warga ditempat, jika presiden RI bertandang ke dua wilayah itu akan lengser. Entahlah sebab kebetulan atau mungkin tidak, tetapi beberapa presiden yang bertandang ke Kediri] sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) tetap lengser.

Presiden Soekarno , BJ Habibie serta Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ), lengser sesudah tidak lama bertandang ke kota tahu itu. Serta selama pemerintahannya sepanjang 32 tahun, Soeharto belum pernah menginjakkan kaki ke Kediri.

Dalam kisah Babat Kadhiri, konon ada sumpah pada kerajaan Kediri ketika terjebak dalam peperangan dengan lawan. Bunyinya, "Bila pasukan Kediri menyerang lawan di wilayah musuh terlebih dulu akan tetap memenangi pertarungan, akan namun kebalikannya bila lawan langsung menyerang ke pusat kerajaan Kediri terlebih dulu karena itu lawan itu akan tetap sukses meraih kemenangan yang cemerlang."

Mungkin sebab sumpah itu konon beberapa presiden RI tetap menghindarkan untuk berkunjung ke kota Kediri dalam tiap perjalanan di daerah Jawa Timur. Ada yang menerjemahkan, ketika presiden berani berkunjung ke Kediri, karena itu urutan mereka akan gampang terserang oleh lawan atau musuh politiknya.

Tetapi cerita papar warga ditempat mengkaitkan sumpah itu dengan tempat, contohnya Simpang Lima Gumul di Kediri, yang diakui jadi pusat Kerajaan Kediri. Sesaat cerita lain mengkaitkan mitos dengan sumpah Sungai Brantas sebagai tapal batas Kerajaan Kediri, yaitu jika ada raja, sekarang disebutkan presiden, masuk ke Kediri melalui Sungai Basmi maka lengser.

Bisa yakin bisa tidak, tetapi Presiden SBY pernah dengar narasi itu, serta untuk menghormatinya pilih melalui jalan melingkar melalui Blitar sebelum ke Kediri menjumpai korban letusan Gunung Kelud.

"Tempo hari saya ingin ke Kediri, sms masuk mengagumkan, Pak SBY jangan ke kediri kelak anda jatuh," kata Presiden SBY waktu buka Musyawarah Nasional FKPPI, di Caringin Bogor, 29 Oktober 2007.

Kabupaten yang mempunyai mitos seperti ialah Bojonegoro. Konon, dari enam presiden di Indonesia, cuma Soekarno yang pernah menginjakkan kaki di wilayah yang lekat dengan legenda Angling Dharma itu.

"Tidak ada satu presiden yang menginjakkan kakinya di sini. Tidak paham mengapa," kata Gus Mul, salah seorang tokoh warga di Bojonegoro waktu terlibat perbincangan dengan merdeka.com Senin kemarin.

Tetapi, dari narasi yang dia paham, ada mitos yang tersebar di golongan warga jika presiden singgah di Bojonegoro, ia akan turun dari tahta. Jadi seorang tokoh pemuka agama, Gus Mul mengenyampingkan mitos itu. "Itu cuma mitos. Jika ingin hadir ya hadir saja," tutur Gus Mul.

Memang sedikit bukti mitos ini berlangsung di Bojonegoro. Tetapi nampaknya cerita papar warga ditempat memang benar ada, contohnya beberapa orang tua dahulu yang menyebutkan pantang dalam peperangan terlebih dulu seberangi bengawan sore (saat ini bengawan Solo).

Siapa saja yang melintas terlebih dulu tentu akan kalah. Cerita ini dapat dibuktikan dalam cerita peperangan hebat di bengawan Solo yang tewaskan Arya Penangsang alias Aryo Jipang, penguasa Kadipaten Jipang.

Arya Penangsang meninggal bersama dengan kudanya si Garak Rimang, sesudah dikeroyok prajurit Sultan Pajang, Sultan Hadiwijaya alias Maskarebet atau Jaka Tingkir. Dalam narasi buku Babad Tanah Jawi yang diatur oleh W.L. Olthof di Leiden, Belanda pada 1941, untuk membunuh Arya Penangsang yang pemberang itu susah sebab kesaktiannya tanpa tanding.

Tetapi pada akhirnya Arya Penangsang mati dicacah pedang serta tombak sesudah ia melanggar sumpah, yaitu menyerang terlebih dulu dengan melintas bengawan.